"Dulu kompensasi kayak gitu sudah pernah waktu jaman Soeharto," ujar supir bus Kopaja 86 jurusan Lebak Bulus-Kota, Kawas Tarigan, ketika ditemui Kompas.com, di Terminal Lebak Bulus, Jakarta, Minggu (18/3/2012).
Menurut Kawas, kompensasi seperti itu tidak menyasar langsung ke para sopir. Kompensasi tersebut hanya sampai kepada para pengusaha atau pemilik bus angkutan umum. "Belum tentu kita ganti suku cadang tiap hari," tegas dia.
Padahal, kata dia, supir terkena langsung imbas dari kenaikan harga BBM. Mulai dari besaran setoran yang naik, naiknya biaya bensin hingga kenaikan bahan pokok. Jika harga BBM naik maka biasanya jumlah setoran yang kini Rp 400.000 per hari pun akan naik. Belum lagi, biaya hidup supir seperti biaya makan yang pastinya akan naik sebagai dampak lanjutan kenaikan harga BBM. "Itu hanya untuk keuntungan yang punya (bus), lah kami pengemudi gimana?" ujar Kawas.
Supir angkutan umum 106 jurusan Lebak Bulus-Parung, R Manulang, juga berpendapat, kompensasi harusnya tidak lagi menyasar para pengusaha angkutan umum. Menurut dia, sudah banyak angkutan umum sejenis mikrolet yang dimiliki perorangan. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah bisa memberikan kompensasi melalui kartu pengenal pengemudi dan kartu pengenal anggota. "Kan kita sudah punya kartu, jadi kasih kompensasinya dari situ saja. Setiap sopir kan sudah tercantum di organda," ujar Manulang.
"Kompensasi sangat membantu. Tapi harus tepat sasarannya, (yakni) ke sopir," kata dia.
Posting Komentar